I Nyoman Gunarsa, Sang Maestro Seni Lukis Klasik Dari Bali

I Nyoman Gunarsa (lahir tahun 1944 di desa Banda, Klungkung, Bali) adalah lulusan dari Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI, Indonesia Academy of Fine Arts) di Yogyakarta,  di mana ia juga menjadi dosen selama bertahun-tahun.

I Nyoman Gunarsa

I Nyoman Gunarsa adalah salah maestro seni lukis klasik dari Bali. Karya Lukisannya di dasari oleh cerita rakyat Bali, dan legenda Hindu Dharma. Hal tersebut yang membuat gaya melukisnya berbeda dari yang lain. Karya-karyanya berdasarkan eksplorasinya dari kesenian Bali, seperti tarian tradisional, musik tradisional, upacara keagaman, dan keanekaragaman lingkungan yang mempengaruhi banyak seniman yang berasal dari Bali dan Indonesia. Kesuksesan yang diraihnya tidak didapat dengan mudah, ia meraihnya dengan penuh perjuangan.

Pada tahun 1950, ketika demam gaya ekspresionis melanda para alumni institut tersebut, Nyoman Gunarsa telah terlebih dahulu mendalaminya. Setelah melewati masa realisme, akhirnya ia memilih gaya melukis abstrak ekspresionis dan menjadikan Bali sebagai tema utama karya-karyanya. Selama menjalani karir sebagai pelukis, Gunarsa telah melewati berbagai tahapan dalam melukis. Wayang kulit Abu Aringgit adalah salah satu yang mendominasi tema dalam lukisannya. Inteprestasinya berdasarkan insting dan sapuan garis, titik dan warna yang menghasilkan gambar dengan sentuhan estetik. “Saya melukis garis sebagaimana saya bernyanyi, saya meletakkan warna sebagaimana saya menari”, katanya.

Nyoman Gunarsa berkarya berdasarkan inspirasinya akan penari Bali, ia menyebut gaya lukisannya sebagai ruang dan gerak. Biasanya ia melukis menggunakan cat minyak dan juga cat air. Hasil karyanya memperlihatkan kebebasan, baik dalam garis dan warna, objek yang biasa dapat menjadi luar biasa setelah melalui tangan Gunarsa.

Melalui sapuan warna dan garis-garis yang tidak beraturan, elemen dasar dalam karya lukisanku adalah irama”, katanya. Pada tahun 1970 ia mendirikan “Sanggar Dewata Indonesia” dan masih terus berjalan sampai sekarang, selain itu pada tahun 1989 ia juga mendirikan Museum Seni Lukis Kontemporer Indonesia Nyoman Gunarsa di Yogyakarta, dan tahun 1994 mendirikan “Museum Seni Lukis Klasik Bali” di tempat kelahirannya di Banda, Klungkung, Bali.

Setelah menderita stroke pada Desember 1998, Gunarsa bermetamorfosis sekali lagi, ia menyebutnya ‘Moksa’ dalam bahasa Hindu. Sebuah pernyataan dimana seseorang bebas dan menjadi satu dengan kosmos. Ia melukis antara nyata dan tidak nyata, bermimpi dan terbang. Dari 100 lukisannya yang ia lukis sejak 1996, menandakan perjalanan spiritual Gunarsa. Sampai sekarang Gunarsa masih tetap berkarya, di studio alamnya di Banda, Klungkung, dan memajang hasil karyanya di salah satu museum senirupa yang ia dirikan di Yogyakarta. Ia masih terus mendedikasikan hidup dan karyanya demi Bali.
Penghargaan:
Dharma Kusuma (Bali, 1994)

Koleksi:
Museum Nasional (Jakarta, Indonesia)
East-West Center (Honolulu, Hawaii)

Pameran:
British Council (Kuala Lumpur, Malaysia, 1971)
Internasional muda Artists (New York, Amerika Serikat, 1973)
East-West Center (Honolulu, 1998)
Festival Indonesia (U.S.A., 1990-1992)
Gerbang Foundation (Amsterdam, Belanda, 1993)
Singapore Art Museum (1994)
Museum Nasional (Jakarta, 1995)
Pusat Studi Strategis dan Internasional (Jakarta, 1996)
Persahabatan Indonesia-Jepang Festival (Morioka, Tokyo, 1997)

Facebook: http://www.facebook.com/nyoman.gunarsa

Tinggalkan komentar